Menjelang 26, aku pikir semua sudah direncanakan dengan sempurna. Seharusnya semua berjalan dengan lancar. Nyatanya tidak.
Satu bulan sebelum September, rumah yang akan aku tempati akan direnovasi. Kakak sudaraku akan tinggal di lantai satu, aku tinggal di lantai dua, dan adikku tinggal di lantai tiga. Selama masa renovasi, kakakku tinggal di lantai dua. Selama itu, aku bertahan tinggal di rumah kontarakan yang aku tinggali semenjak menikah. Sedangkan adikku yang nantinya akan tinggal di lantai tiga sedang harap-harap cemas akan pernikahannya yang berlangsung pada Desember.
Terdengar lucu, ya? Akan ada tiga keluarga dengan tiga KK berbeda yang akan tinggal di rumah yang sama. Ets! Jangan salah! Walaupun tinggal di satu bangunan yang sama, namun pintu gerbang kami saja sudah terpisah. Bisa dibilang kami akan menjadi tetangga beda lantai. Secara sederhana, konsepnya bisa dibilang seperti apartemen saja.
Dari yang awalnya merasa excited mau pindahan rumah, sampai akhirnya pasrah sendiri. Sepanjang hari, aku berusaha mengalihkan perhatianku dengan melakukan begitu banyak pekerjaan. Namun tetap saja aku memikirkan beberapa hal seperti bagaimana cara pindahan nanti? Kira-kira pindahannya saat weekend atau weekdays? Barang aesthetic-multifungsi apa yang mau aku beli?
Bahkan karena aku sudah meniatkan untuk menjadi konten kreator, aku juga sudah membuat list konten yang nanti akan aku ambil dan publikasi.
Ternyata hal yang paling aku tunggu-tunggu tidak berjalan seperti yang aku bayangkan. Pindahannya terjadi tepat ketika keluarga kecil kami pergi ke acara keluarga suami (yang sudah dibooking sejak sebulan lalu). Untung saja satu minggu sebelumnya aku sudah dapat feeling tidak enak, jadi aku sudah merapikan barang-barang di rumah dan memasukkannya ke dalam box dan trash bag.
Benar saja, di hari Sabtu dan Minggu, papaku sudah sibuk mengawasi bapak tukang memindahkan barang-barangku. Aku dapat kabar kalau pindahannya harus selesai di dari Senin, sebab hari Selasa bapak tukang dan teman-temannya harus pulang kampung. Ternyata barang yang aku himpun selama menikah sudah menggunung, jadi walaupun sudah ada 5 orang yang membantu, tetap saja di hari Senin semua barang tidak juga selesai diangkut.
Di hari Minggu pagi, aku mendapat kabar kalau malam itu ada pengajian untuk rumahan. Sengaja, katanya sebelum bapak tukang pulang. Hari ini aku merasa tidak tenang, stres, dan sangat gelisah. Takut sekali terlambat ikut pengajian, tapi segan untuk izin pulang duluan. Untung saja hari kami berhasil sampai dengan selamat. Barang belum diturunkan dari mobil, tapi kami sudah lari-lari untuk ikut pengajian.
Malam harinya, aku harus berjuang membersihkan sebagian rumah sendirian. Suamiku tidak aku izinkan membantu karena anak kami yang baru berusia 2 tahun masih sangat butuh perhatian. Suami juga pasti sangat lelah sudah menyetir sedemikian jauhnya.
Berusaha rasional, dengan badan yang lelah luar biasa, aku fokus membersihkan bagian kamar dulu. Setidaknya kami bisa tidur dengan nyaman. Barang lainnya rencananya akan aku cicil setiap hari setelah pulang kerja. Sepanjang waktu aku terus menyemangati diri untuk bisa membersihkan rumah secepatnya, sebab kami bertiga alergi debu.
Aku dengar teman-temanku yang sudah pindahan harus membersihkan rumah nyaris sebulan. Tapi berkat memaksakan diri, aku berhasil membersihkan rumah kami kurang dari satu minggu. Walaupun hasilnya sudah terlihat dari awal: aku kelelahan dan akhirnya asma-ku kambuh.
Aku pikir pindahan adalah rintangan terakhir sebelum acara pernikahan adikku. Rupanya tidak, masih ada serangkaian acara lain yang wajib aku ikutin.
Aku mengetik ini setelah 3 hari acara pernikahan adikku berlangsung. Pada Selasa pagi, aku pikir telah berhasil menjalankan semua dengan baik dan segala hal ke depannya bisa mulai aku jalankan sesuai rencana. Namun rupanya perkiraanku salah lagi. Malam ini saja, aku sampai tertidur sendiri tanpa direncakan saking lelahnya.
Pagi ini aku berusaha membuat konten. Tapi di tengah proses, anakku tiba-tiba terbangun dan membuat aku harus menunda produksi. Sebelum bersiap-siap ke kantor, aku menyempatkan diri untuk menangis. Aku merasa lelah dan sedikit stres karena memikirkan tagihan.
Aku tidak tahu, aku jadi emosional begini karena terlalu lelah atau karena tanggal merahku yang sedikit lagi datang. Tapi yang aku tahu saat ini, aku harus kembali menekan espektasi jika aku ingin lebih mencintai diriku sendiri.
Aku butuh waktu. Aku butuh menunda gerak.